Lewat kata yang tak terucap
Kuawali bait ini dengan sebuah kata
Dari sang kekasih tuhan
Yang cintanya tak pernah tertandingi oleh makhluk
Termasuk Nabi
Katanya,
“Aku mencintai-Mu dengan dua macam Cinta,
Cinta rindu dan Cinta karena Engkau layak dicinta,
Dengan Cinta rindu,
kusibukan diriku dengan mengingat-ingat-Mu selalu,
Dan bukan selain-Mu.
Sedangkan Cinta karena Engkau layak dicinta,
di sanalah Kau menyingkap hijab-Mu,
agar aku dapat memandangmu”
Aku ingin seperti empunya kata indah itu,
Adalah Rabi’ah Adawiyah, sang kekasih Tuhan
Seperti itulah aku ingin mencintaimu
Sadarkah, bahwa tuhan telah menakdirkan kita bersama
Setelah sekian lama,
Kau hadir disampingku,
Namun seolah tak nampak
Dulu, Aku ada didekatmu,
Ada tawa dan canda,
Namun tak ada rasa
Kita telah saksikan, betapa badai itu kejam,
Kita juga telah sama rasakan,
Betapa empedu itu pahit
Tenggelam dalam lara,
Hingga sukma enggan kembali
Mereka yang telah mengoyak keindahan itu, selalu saja menghantui
Hingga timbul rasa dendam dan benci
Kemudian aku memanggilmu dalam diam
Lewat kata yang tak terucap
Pernahkah kau lihat, seorang musafir yang hamper mati pada hamparan gurun?
Atau kau juga pernah melihat, seekor ikan yang terdampar di bibir pantai?
Tubuh lunglai dengan tatapan mata sayu
Tak ada harapan untuk hidup, bahkan sedikitpun tak ada!
Jika tak pernah, Cukup lihat saja diriku
Maka kau akan menemukan jawabnya.
Tenggelam dalam kesendirian dan kehancuran yang mendalam
Hingga wajah ini tak mampu menatap indahnya rembulan
Detik demi detik, tak jua aku bangkit
Hingga kutemukan sebuah syair dari sang maestro jagad kata
Orang menyebutnya Khalil Gibran
Sambil berbisik ia berkata:
“Kadangkala, orang yang paling mencintaimu adalah
orang yang tak pernah menyatakan cinta
kepadamu, karena takut kau berpaling dan
memberi jarak, dan bila suatu saat pergi, kau akan
menyadari bahwa dia adalah cinta yang tak kau sadari”
Tahukah orang yang sebenarnya Gibran maksud?
Seseorang yang kini mengisi hidupku
Seseorang yang mampu membangkitkanku dari jurang kesengsaraan
Ia adalah secawan air, bagi musafir dan ikan yang hampir mati
Ia adalah Anugerah terindah yang tuhan turunkan untukku
Lalu dengan lantang,
Kusebut ia Putri Tidurku!
Dan sekarang,
Aku mulai berani memanggilmu
Dengan kata yang terucap
Cinta rindu dan Cinta karena Engkau layak dicinta,
Dengan Cinta rindu,
kusibukan diriku dengan mengingat-ingat-Mu selalu,
Dan bukan selain-Mu.
Sedangkan Cinta karena Engkau layak dicinta,
di sanalah Kau menyingkap hijab-Mu,
agar aku dapat memandangmu”
Aku ingin seperti empunya kata indah itu,
Adalah Rabi’ah Adawiyah, sang kekasih Tuhan
Seperti itulah aku ingin mencintaimu
Sadarkah, bahwa tuhan telah menakdirkan kita bersama
Setelah sekian lama,
Kau hadir disampingku,
Namun seolah tak nampak
Dulu, Aku ada didekatmu,
Ada tawa dan canda,
Namun tak ada rasa
Kita telah saksikan, betapa badai itu kejam,
Kita juga telah sama rasakan,
Betapa empedu itu pahit
Tenggelam dalam lara,
Hingga sukma enggan kembali
Mereka yang telah mengoyak keindahan itu, selalu saja menghantui
Hingga timbul rasa dendam dan benci
Kemudian aku memanggilmu dalam diam
Lewat kata yang tak terucap
Pernahkah kau lihat, seorang musafir yang hamper mati pada hamparan gurun?
Atau kau juga pernah melihat, seekor ikan yang terdampar di bibir pantai?
Tubuh lunglai dengan tatapan mata sayu
Tak ada harapan untuk hidup, bahkan sedikitpun tak ada!
Jika tak pernah, Cukup lihat saja diriku
Maka kau akan menemukan jawabnya.
Tenggelam dalam kesendirian dan kehancuran yang mendalam
Hingga wajah ini tak mampu menatap indahnya rembulan
Detik demi detik, tak jua aku bangkit
Hingga kutemukan sebuah syair dari sang maestro jagad kata
Orang menyebutnya Khalil Gibran
Sambil berbisik ia berkata:
“Kadangkala, orang yang paling mencintaimu adalah
orang yang tak pernah menyatakan cinta
kepadamu, karena takut kau berpaling dan
memberi jarak, dan bila suatu saat pergi, kau akan
menyadari bahwa dia adalah cinta yang tak kau sadari”
Tahukah orang yang sebenarnya Gibran maksud?
Seseorang yang kini mengisi hidupku
Seseorang yang mampu membangkitkanku dari jurang kesengsaraan
Ia adalah secawan air, bagi musafir dan ikan yang hampir mati
Ia adalah Anugerah terindah yang tuhan turunkan untukku
Lalu dengan lantang,
Kusebut ia Putri Tidurku!
Dan sekarang,
Aku mulai berani memanggilmu
Dengan kata yang terucap
0 comments:
Post a Comment